Kisah Kembar Siam Yuliana-Yuliani 35 Tahun Yang Lalu, Kini Sukses Menjadi Dokter Dan Doktor
Tiga puluh lima tahun yang lalu, dunia kedokteran di Indonesia melakukan terobosan setelah berhasil melakukan operasi kembar siam Yuliana-Yuliani.
Yuliana-Yuliani terlahir di Tanjung Pinang dari pasangan Tularji dan Hartini, dengan kepala dempet secara vertikal atau disebut kraniopagus. Jika tidak dioperasi, posisi dempet kepala secara vertikal akan membuat mereka hanya dapat berbaring seumur hidup.
Kondisi riil kembar kraniopagus biasanya berbagi sebagian tengkorak, tetapi otak mereka terpisah, meskipun tidak seluruhnya. Ada sebagian otak yang mungkin berbagi beberapa jaringan.
Dengan berbagai pertimbangan, Dokter Ahli Syaraf dari Rumah Sakit Ciptomangunkusumo Jakarta, Prof. Padmosantjojo memutuskan melakukan operasi pada 21 Oktober 1987, ketika Yuliana-Yuliani berusia 2 bulan 21 hari.
Operasi ini berhasil dilakukan bahkan menjadi tonggak sejarah di bidang kedokteran Indonesia, khususnya bedah syaraf. Prosesnya dilakukan oleh Prof. Padmo dan tim dengan sangat teliti.
Berkat ketelitiannya, Prof Padmo berhasil memisahkan selaput otak yang berdekatan dengan pisau bedah biasa dan mata telanjang. Bagi Prof. Padmo, keberhasilan operasi ini adalah karya adiluhung sepanjang kariernya.
Sebagai karya adiluhung, ia tidak hanya berhenti sampai di proses operasi. Ia juga memikirkan perawatan pasca operasi yang biasanya menjadi tanggung jawab orang tua.
Oleh karena itu, Prof. Padmo pun mengambil alih tanggung jawab perawatan pasca operasi. “Aku tak ingin karyaku rusak karena tidak terawat. Mereka bisa saja mati karena mencret misalnya. Maka harus aku openi sendiri,” ujar Prof. Padmo.
Maka tidak hanya tindakan operasinya yang ia gratiskan. Ia pun mencarikan rumah di Jakarta dan mendatangkan kedua orang tua Yuliana-Yuliani ke Jakarta agar memudahkan perawatan pasca operasi.
Selain itu, Prof Padmo pun mendukung pemenuhan semua kebutuhan nutrisi si kembar dan memantau tumbuh kembang mereka hingga usia lima tahun, karena itu adalah fase-fase penting usia pertumbuhan otak mereka.
Setelah dipastikan Yuliana-Yuliani bertumbuh dengan baik, mereka kemudian kembali ke Tanjung Pinang. Namun Prof. Padmo tetap memberikan dukungan dana pada mereka, bahkan mengangkat si kembar menjadi anak.
Oleh karena itu, Prof. Padmo membiayai seluruh kebutuhan hidup si kembar, termasuk membiayai pendidikan mereka hingga pendidikan mereka tuntas.
Bagaimana Yuliana-Yuliani Kini?

Pasca operasi, Yuliana-Yuliani menjalani semua fase perkembangan mereka dengan baik. Mereka pun menjalani semua tantangan pendidikan mereka. Hingga kini, Yuliana-Yuliani telah tumbuh dewasa dan dapat menuntaskan pendidikan mereka.
Yuliana kini telah menyelesaikan pendidikannya hingga ke level yang paling tinggi. Ia telah lulus program Doktor Nutrisi dan Makanan dengan IPK 4.0 dan lulus cum laude dari Institut Pertanian Bogor.
Sedangkan Yuliani telah menyelesaikan pendidikan dokter di Universitas Andalas Padang dan bekerja sebagai dokter, Ia akan melanjutkan pendidikan, mengambil spesialisasi bedah syaraf seperti Prof. Padmo, tokoh inspirasinya.
Yuliana menuturkan, meskipun pernah menjalani operasi pemisahan kepala dengan resiko tinggi, namun ia dan Yuliani mampu bersaing di bidang pendidikan dengan anak lain, yang terlahir normal. Bahkan capaian mereka luar biasa.
Oleh karena itu Yuliani berterima kasih pada Pakde (panggilan Yuliana-Yuliani pada Prof. Padmo) yang menurut mereka memungkinkan mereka meraih capaian seperti sekarang.
“Jika tidak dioperasi saat itu, kini amat mungkin kami menghabiskan hidup dengan terbaring karena sulit bergerak akibat kondisi kembar siam,” jelas Yuliani.
Mereka menyadari banyak pihak berkontribusi dalam keberhasilan mereka terutama Orang tua, Pakde dan masyarakat yang mendoakan agar operasi pemisahan tahun 1987 silam berhasil.
Oleh karena itu Yuliana Yuliani mau menjadikan hidup mereka dan capaian mereka sebagai ucapan terima kasih kepada mereka yang berjasa.
“Dengan capaian tingkat pendidikan yang lebih tinggi, Pakde selalu mengajarkan kepada kami untuk memiliki tanggung jawab sosial lebih tinggi. Kami juga ingin apa yang kami capai membuat bangga Orang tua dan Pakde juga,” tutur Yuliana.
Sedangkan sebagai dokter Yuliani selalu ingat pesan Pakde agar tidak berorientasi uang. Pakde mengajarkan agar motivasi menjadi dokter seharusnya untuk menolong orang.
“Pakde selalu mengajarkan kami berbagi dengan orang lain dan memberi manfaat bagi orang banyak,” ujar Yuliani.
Kisah ini mengambarkan pada kita tentang orang baik di satu sisi dan orang bernasib baik di sisi yang lain. Pertemuan mereka menghasilkan kisah yang sangat inspiratif yang menghantarkan kita semua belajar tentang kebaikan dan penyelenggaraan Tuhan.


0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home